Jumat, 01 Juni 2012

BAGIAN SATU: AKAR
METAFISIKA DAN
PENGAKUAN KEBEBALAN
Pekan I
Wawasan: Membenahi Kehidupan
1. Apakah Filsafat Itu?
Saudara-saudara, apakah filsafat itu? Saya awali kuliah ini dengan meminta anda menjawabnya.
"Bodoh," mungkin anda pikir, "kami menempuh matakuliah ini karena tidak tahu apakah filsafat itu, jadi mengapa anda mengharap kami menjawab pertanyaan yang mendasar seperti itu pada menit-menit pertama kita?"
Percayalah! Sepuluh atau limabelas menit pertama yang kita sita untuk menjawab pertanyaan tersebut akan menjadi awal yang baik demi pemahaman kita tentang apakah filsafat itu. Sekarang, jika benak anda kosong, cobalah berpikir mengenai apa yang sedang kita lakukan saat ini. Apa yang sedang kita kerjakan pada detik ini yang berbeda dengan yang kita perbuat di matakuliah lain?
Mahasiswa. "Hmm."
Ayo, siapa yang ingin menjadi orang pertama? Jangan malu! … Tahukah kalian, ketika pertama kali saya ajarkan kuliah ini, mahasiswa pertama yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut akhirnya memperoleh nilai "A"! Kini, siapa yang suka menjadi orang pertama?
Mahasiswa A. "Berpikir. Kita sedang berpikir. Apakah filsafat itu tentang berpikir?"
Ya. Memang itulah tugas pokok filsuf. Omong-omong, ketika saya mengajar kuliah ini untuk kedua kalinya, mahasiswa pertama yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut akhirnya mendapatkan nilai "D". Jadi, jangan harap nilai "A" itu mudah! Sesungguhnya, kita sering berpikir dengan cara yang tidak "filosofis". Jadi, apa perbedaan antara berpikir secara filosofis dan berpikir secara lain?
Mahasiswa B. "Filsafat itu abstrak. Tidak ada jawaban yang pasti. Setiap orang punya ide sendiri-sendiri tentang persoalan filosofis, dan tak seorang pun dapat mengklaim bahwa ia memiliki kebenaran yang mutlak."
Itu pandangan yang sangat umum. Banyak argumen filosofis yang memang abstrak, namun bukankah benar pula bahwa filsafat kadang-kadang sangat konkret dan juga praktis? Bahkan, saya lebih cenderung mengatakan: jawaban yang terang terhadap sebagian besar pertanyaan filosofis terlalu banyak. Namun biarlah kami nyatakan sendiri, anda telah mendapatkan suatu ciri khas persoalan filosofis yang membedakannya dari kebanyakan perburuan intelektual lainnya. Tidak peduli berapa kali pertanyaan terjawab, kelihatannya selalu ada sesuatu yang masih misterius. Karenanya, pada pandang pertama, filsafat menjadi sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan.
Namun demikian, mari kita amati terus apa yang kita lakukan saat ini, dan kita mencoba menangkap pertanda yang lebih jitu tentang alam filsafat. Beberapa filsuf mengutarakan bahwa dalam filsafat, sebagaimana dalam kehidupan kita sendiri, "kita membangun perahu di tempat kita mengapungkannya." Lantas, apa yang — ya?
Mahasiswa C. "Pertanyaan dan jawaban. Apakah filsafat ada hubungannya dengan pertanyaan dan jawaban?"
Tentu saja. Pada kenyataannya, unsur-unsur filsafat dan bahkan aliran-aliran filsafat yang berlainan bisa dibedakan dengan memperhatikan perbedaan tipe pertanyaan yang diajukan. Akan tetapi, semua disiplin akademis pun menghajatkan pertanyaan dan jawaban. Jadi, apa yang membedakan pertanyaan filosofis dari tipe-tipe lainnya? Apa yang saya upayakan saat ini dengan meminta anda memikirkan pertanyaan “Apakah filsafat itu?”, dan mengapa saya tidak puas dengan jawaban yang sederhana, seperti "filsafat adalah berpikir"?
Mahasiswa D. "Karena anda berusaha membujuk kami untuk melihat hal-hal yang terdapat di bawah permukaan. Kita semua tahu bahwa para filsuf banyak berpikir, tetapi anda berupaya mendorong kami untuk menatap makna yang lebih dalam."
Tepat. Alasan mengapa pertanyaan yang diajukan dalam kebanyakan disiplin akademis lain dapat dijawab dengan lebih pasti ialah karena jawaban non-filosofis biasanya hanya mempedulikan permukaan. Para filsuf, sekurang-kurangnya filsuf yang baik, tidak puas sampai mereka menggali sedalam-dalamnya persoalan yang mereka ajukan sendiri. Kadang-kadang, gagasan filosofis sulit dipahami bukan karena terlalu abstrak, terlampau melayang jauh dari kehidupan kita sehari-hari, melainkan justru karena teramat konkret! Filsafat ada kalanya menyentuh sedemikian-dalam hal-hal yang tak terpahami oleh kita karena obyek pembahasan itu terlalu dekat dengan kehidupan kita. Pernahkah anda mencoba melihat mata kanan anda dengan mata kiri anda?

Sabtu, 26 Mei 2012

Entahlah

Entahlah, malam ini yang ada di benakku adalah engkau yang dedauan kering disungkur angin, diam membisu, pasrah terbelah, membusuk menjadi kompos bagi tumbuhku. Berlembarlembar memori yang setiap ujungnya hangus terbakar karena emosi jiwa kembali mengotori telapak tanganku. Masih saja lembarlembar ini menyisakan abu, lembarlembar diary yang setiapnya ada namamu, ada kisah tentang kita.


Entahlah, malam ini ingin sekali aku membacanya, mewujudkannya dalam imaji fragmen cinta yang setiap adegannya adalah engkau dan aku. Ada kekeh panjang, ada bahak lebar, ada senyum manjamu, ada cemburu kita, ada cumbuan kita, ada segala tentang kisah kita. Kubaca dengan senyum hingga sampai imajiku pada adegan terakhir fragmen cinta,… oh… aku urung membacanya, aku tak sanggup mewujudkan dalam imaji fragmen cinta karena aku belum menyiapkan pincukpincuk daun untuk menampung airmata.


Entahlah, malam ini aku enggan menyelesaikan fragmen ini, mungkin esok pagi saja kala bisa ku petik dedaun yang berembun agar saat airmata mulai berloncatan keluar ada teman bermain dalam pincukpincuk daun.
Lalu mata ini berlarian ke rakrak buku, ke laci almari dan mejaku, merabaraba, tak ada yang tertangkap dalam kepekaan. Kemudian mata ini terpaku pada sebuah kotak berwarna merah jambu, kotak yang sangat jelas ku ingat adalah kotak suratsuratku. Ada jutaan katakata saling tindih disana, mungkun juga saling bercanda dan bercerita tentang waktu berpijak mereka yang tak sama.


Ku buka kotak merah jambu dengan senyum, ku ambil segepok suratsurat bertulis namamu, benar… ini surat cinta darimu. Surat cinta yang telah lusuh usang berlumur lumpur jaman, berurutan ia dari terawal. Kemudian ku ambil yang terakhir dan kuselipkan pada diary halaman terakhir.


Entahlah, malam ini aku ingin membaca semua suratsurat cinta darimu yang berpuluhpuluh lembar itu, yang enam tahun berjalan dan terhenti itu. Kita telah menelorkan jutaan ukiran kata pada puluhan surat cinta yang tercipta, berlipatlipat suka dan duka disana, adakala hurufhuruf itu menonjoknonjok bibirku hingga ‘mecucu’, adakala katakata itu menggelitik bibirku hingga tersenyumku, adakala kalimatkalimat itu mengerutkan dahiku. Betapa kita telah mencipta suatu kisah cinta yang terhebat untuk kita, mungkin dunia. [aku tersenyum].


Aku yakin, engkau tak akan pernah bisa melupakan kisah cinta yang dahsyat ini, karna disana kita telah menikmati segala apa pada cinta. Kita telah merubuhkan pagarpagar, kita telah tumbangkan pohonpohon, kita telah taklukkan gununggunung, kita telah sebrangi lautanlautan, kita telah susuri sungaisungai, kita telah selami palung dan selat, kita bisa benarbenar tertawa, kita bisa benarbenar menangis. Peta Cinta hampir selesai tercipta, telah jelas selatan dan utara.


Namun entahlah, fragmen ini kembali terhenti pada halaman terakhir diary dan pada sepucuk surat terakhir. Aku ragu tuk menyelesaikan fragmen imaji ini, tapi.. fragmen ini harus berakhir. Degup jantung kian cepat, poripori muntah, mata memerah, tangan gemetar saat buku harian ini telah berada dalam genggaman, dan aku harus menyelesaikan fragmen cinta imaji ini, saat ini.

Budaya Kota Cirebon


Budaya Kota Cirebon

Gembyung
Gembyung
Salah satu peninggalan budaya Islam di Cirebon adalah Seni Gembyung. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon kesenian terbang itu salahsatu jenis kesenian yang dipakai sebagai media penyebaran Agama Islam di daerah Cirebon dan sekitarnya. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Entah siapa yang punya ide untuk mengembangkan seni terbang ini dan kapan. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.
Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan Islam. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet.
Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya dipertunjukkan di lingkungan pesantren atau tempat-tempat ibadah agama Islam, tetapi dipertunjukkan juga di lingkungan masyarakat luas. Bahkan frekuensi pertunjukannya cenderung lebih banyak di lingkungan masyarakat. Demikian juga tidak hanya dipertunjukan dalam acara-acara keagamaan (Islam), tetapi juga dalam acara kelahiran bayi, khitanan, perkawinan dan upacara siklus alam seperti ngaruat bumi, minta hujan, mapag Dewi Sri, dsb. Pada perkembangan lebih lanjut, Gembyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari.
Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung. Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsure keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya. Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Orang-orang yang berjasa dalam mempertahankannya adalah Musa, Rasyim, dan Karya.
Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana yang dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai untuk ibadah shalat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja putih, dan kain sarung.

perjalanan hidup


12-02-2012
Kemarin saya mengikuti seminar “tentang evolusi manusia” saya berangkat bersama teman-teman dari jurusan dan yang lainya, ada hal yang menarik yang saya pahami dari pembicaraan nya narasumber.
                Dalam beberapa abad kita selalu mempertanyakan dari mana awal kehidupan manusia itu, ada banyak teori yang di ungkapkan para pemikir sebelumnya misalkan yang di ungkapkan Charles Darwin : bahwa manusia itu berawal dari monyet, namun pada akhirnya teori ini di tolak secara mentah-mentah. Itub berarti manusia zaman sekarang sudah mempunyai berbagai toeri baik itu berupa ilmu atau keyakinan masing-masing.
Dari pembicaraan diatas saya menanggapinya menjadi lebih ruwet dengan meikirkan berbagai teori         tentang asal usul manusia. Namun saya punya asumsi bahwa dengan mikir awal dan akhir kehidupan manusia itu enjadi tidak penting, namun yang lebih penting memikirkan dan menydari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun ini menjadikan manusia lebih mengetahui dirinya.
Banyak hal yang mendukung untuk memaknai segala kehidupan ini, misalnya dalam tataran sosial, awalnya manusia dilahirkan dengan sendiri, memikirkan diri sendiri untuk mencapai segala keinginannya, namun dengan prilaku yang berubah-ubah dengan arus umur yang terus maju. Prilaku manusia juga ikut berubah kepada hal yang positif, bilamana dengan tidak selalu memikirkan diri sendri, namun orang lain juga dipikirkan. dengan cara  menyanginya, mengasihinya, membelanya dll. Itu semua untuk mengantarkan manusia menjadi yang lebih canggih dari pada mesin. Ini sebuah loncatan perubahan atau pikiran manusia yang lebih signifikan, dari awalnya yang berprilaku primitive menjadi lebih sangat modern.